Ada berbagai macam bentuk serangan digital yang kerap kali terjadi pada aktivis. Di antaranya yang tercatat adalah serangan yang menyasar pada perangkat keras seperti telepon genggam, atau komputer dalam bentuk seperti pelacakan lokasi dan pengawasan, peretasan kanal komunikasi, serta virus dan malware. Ada juga serangan pada situs web, data, dan akun digital yang berbebtuk DDoS (disrupsi terhadap traffic web), peretasan situs web dan media sosial, atau juga pembocoran/pencurian data seseorang, dan pembobolan akses pada akun-akun digitalnya.
Untuk menyusun strategi perlindungan, maka ada banyak hal yang perlu diperhatikan, dari keamanan personal yang dimulai dari penilaian risiko, identifikasi aset, aplikasi, dan data pribadi, serta identifikasi terhadap ancaman yang mungkin menghadang. Setelah itu bisa dilanjutkan dengan menyusun strategi perlindungan untuk berbagai perangkat yang digunakan, mengubah perilaku aman, dan sigap dengan langkah-langkah yang bisa diambil ketika menghadapi ancaman tersebut, termasuk dengan melaporkan kejadiannya.
Hal-hal lain yang juga perlu diberikan perhatian khusus adalah keamanan organisasi atau ekosistem kerja. Selain langkah-langkah yang serupa penjelasan di atas seperti analisis risiko, inventarisasi aset digital, tambahannya adalah perlunya proses klasifikasi informasi kunci yang dimiliki organisasi, manajemen manusia, dan juga kebijakan akses seperti akses ke tempat kerja, akses ke dokumen fisik, akses pada perangkat di kantor, akses internet di kantor, ketika aktivis atau teman kerja sedang melakukan perjalanan baik ke luar daerah atau negeri, hingga kebijakan manajemen data, serta praktik dan kebijakan komunikasi.
Baca selengkapnya mengenai panduan yang disusun Kemitraan dan Imparsial bersama SAFEnet, ELSAM, Kemudi, ICW, dan PurpleCode Collective di https://bit.ly/PanduanKeamananDigital
